Peradilan Elektronik: Tantangan, Kenyataan dan Harapan (Sebuah Refleksi Implementatif)

  • Oleh:
  • Dibaca: 3165 Pengunjung

PERADILAN EKELTRONIK: TANTANGAN, KENYATAAN DAN HARAPAN

(Sebuah Refleksi Implementatif).

SIMSON SERAN, S.H.,M.H.

Hakim PTUN Denpasar

Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Mahkamah Agung Republik Indonesia atau yang kita kenal dengan sebutan Blue Print MA RI 2010-235 secara substantif telah memberi fondasi bagi Mahkamah Agung dan keempat lembaga peradilan untuk melaksanakan sebuah peradilan yang transparan, akuntabel dan modern.

Secara jelas Blue Print menyampaikan bahwa permasalahan lain yang harus mendapat perhatian khusus oleh Mahkamah Agung dalam menjalankan fungsinya adalah:

  1. Lamanya proses berperkara. Hal ini berkaitan dengan pengeluaran biaya yang diperlukan di pengadilan menjadi sulit untuk diprediksi.
  2. Kurangnya pemahaman pencari keadilan dan pengguna pengadilan mengenai prosedur, dokumen dan persyaratan yang diperlukan.
  3. Minimnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan.[1]

Selain itu, refleksi kebutuhan akan adanya kebijakan sistem pengelolaan Teknologi Informasi yang komprehensif dan terintegrasi, untuk memudahkan dan mempercepat proses pelaksanaan tugas dan fungsi di setiap unit kerja (Pengadilan), dengan tujuan demi tejadinya peningkatan kualitas pelayanan informasi kepada masyarakat[2] telah menjadi suatu harapan dan impian setiap insan peradilan demi menjaga kepercayaan masyarakat dan meningkatkan citra diri di hadapa masyarakat.

Sebagai salah satu wujud implementasi harapan insan peradilan sebagaimana tertuang dalam Blue Print, maka pada tahun 2018, Mahkamah Agung Republik Indonesia pada sidang istimewa tahunan tahun 2018, dibawah tema “Era Baru Peradilan Modern Berbasis Teknologi” meluncurkan sebuah aplikasi peradilan litigasi yang dikenal dengan sebutan e-court. Secara tegas kehadiran aplikasi e-court memudahkan para pencari keadilan dalam melakukan pendaftaran perkara (e-filling), pembayaran biaya proses perkara (­e-payment), dan panggilan atau pemberitahuan (e-summons) yang sumuanya dilakukan secara online berbasis koneksi jaringan internet.

Layanan administrasi perkara secara elektronik telah memberikan kemudahan bagi para pencari keadilan. Melalui aplikasi tersebut, Mahkamah Agung RI berupaya untuk menjawab 3 (tiga) persoalan utama yang selama ini dihadapi oleh para pihak ketika berperkara di pengadilan, yakni keterlambatan (delay), keterjangkauan (access), dan integritas (integrity). Penggunaan teknologi informasi dapat mengurangi waktu penanganan perkara, mengurangi intensitas para pihak datang ke pengadilan serta mengkanalisasi cara berinteraksi para pihak dengan aparatur pengadilan, dan menghindari masyarakat dari kekurangan informasi dan pengetahuan tentang pengadilan.[3]

Sebagai penegasan terhadap pemberlakuan persidangan secara elektronik, pada tanggal 6 Agustus 2019, Ketua Mahkahah Agung Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara Di Pengadilan Secara Elektronik yang kemudian disempurnakan melalui Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara Dan Persidangan Di Pengadilan Secara Elektronik.

Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara Dan Persidangan Di Pengadilan Secara Elektronik, secara tegas dan jelas memberi dasar bagi 4 lembaga peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung RI, serta memberi petunjuk atau pedoman bagaimana persidangan elektronik dijalankan oleh lembaga peradilan dan para pencari keadilan.

Sebagai salah satu Satker yang berada dibawah Mahkamah Agung, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar berkewajiban untuk melaksanakan amanah agung yakni pelaksanaan persidangan elektronik demi membatu mewujudkan visi terwujudnya lembaga peradilan yang agung.

PTUN Denpasar memiliki wilayah hukum yang meliputi Provinsi Bali telah menerapkan persidangan elektronik sejak tahun 2019 saat MA RI mencanangkan pelaksanaan persidangan elektronik pada badan peradilan dibawah MA. Dalam pelaksanaannya tak dapat dipungkiri masih terdapat banyak tantangan dan hambatan yang dihadapi, mulai dari ketersediaan sarana prasarana kantor maupun daerah sampai pada komitmen bersama pengguna layanan PTUN Denpasar (para pihak) dalam menggunakan e-litigasi.

Perwujudan Asas Persidangan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan melalui Persidangan Elektronik.

Meresponi tuntutan cepat dalam menyelesaikan pemeriksaan perkara, Mahkamah Agung RI secara tegas menetapkan batas waktu pemeriksaan perkara di pengadilan melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Perkara Di Pengadilan Tingkat Pertama Dan Tingkat Banding Pada 4 (Empat) Lingkungan Peradilan, yang menyebutkan “Penyelesaian perkara pada Pengadilan Tingkat Pertama paling lambat dalam waktu 5 (lima) bulan, dan Tingkat Bading paling lambat 3 (tiga) bulan.

Penetuan lamanya waktu pemeriksaan perkara melalui SEMA Nomor 2 Tahun 2014, mengisyaratkan bahwa Mahkamah Agung dan Pengadilan yang berada dibawahnya siap melaksanakan asas peradilan cepat sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

Asas Peradilan Cepat, Sederhana, Biaya ringan semakin terwujud dengan diberlakukkannya sitem peradilan elektronik. Hal ini dikarenakan para pihak dapat melakukan kegiatan proses berperkara dari rumah/kantor atau tempat lain tanpa harus datang ke Kantor Pengadilan. Para pihak dapat melakukan pendaftaran perkara (e-filling), pembayaran biaya (e-payment), dan menerima panggilan/pemberitahuan (e-summons) tanpa harus ke Pengadilan. Pada saat persidangan berlangsung pun para pihak mengikutinya melalui aplikasi e-court tanpa harus ke pengadilan. Kunjungan ke pengadilan hanya terjadi untuk hal-hal yang sifatnya urgent dan/atau terhadap acara pemeriksaan perkara yang menghendaki kehadiran para pihak.

Persidangan elektronik juga membantu para pihak dalam mengetahui besaran biaya yang diperlukan dalam penyelesaian perkara dan lalu lintas penggunaan biaya perkara yang sedang diperiksa. Hal ini tentunya menunjukkan transparansi pengelolaan biaya proses perkara yang dilakukan di pengadilan. Besaran jumlah biaya yang dikeluarkan para pihak terinci secara detail penggunaan dan peruntukannya.

Selain itu praktek persidangan elektronik membantu menekan pengeluaran biaya oleh para pihak. Para pihak tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk penggandaan/pencetakan dokumen yang sifatnya jawab-menjawab, karena dokumen tersebut cukup diupload ke e-court, para pihak pun tidak lagi dipusingkan dengan biaya transportasi, akomaodasi dan konsumsi pribadi dan/atau kuasa hukum, yang mana dalam praktek sidang konvensional hal tersebut menjadi item perhitungan pengeluaran pribadi para pihak maupun kuasa hukumnya.

Implementasi Persidangan Elektronik di Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar.

Pelaksanaan persidangan eletronik yang laksanakan oleh PTUN Denpasar dirasakan sangat membantu Hakim dan elemen teknis persidangan lainnya dalam memanagemen jalannya persidangan suatu perkara. Manfaat persidangan elektronik sangat terasa saat pandemi covid-19 terjadi di Indonesia termasuk di Denpasar dan semua dihimbau untuk tetap dirumah dan jangan berkumpul. Pelaksanaan persidangan pada masa pendemi tidak terhambat karena semua dapat dilakukan dari rumah. Penggugat dapat mengirimkan gugatan, replik dan kesimpulannya dari rumah, begitu pula Tergugat dapat mengirim jawaban, duplik serta kesimpulannya pun hanya dari rumah atau ruang kerja/kantor.

Persidangan elektronik memudahkan para pancari keadilan dan pengadilan dalam melaksanakan persidangan serta tentunya hak dan kewajiban para pihak tetap terjaga. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa pelaksanaan persidangan eletronik di PTUN Denpasar diperhadapkan dengan banyak pergumulan/tantangan, kenyataan dan harapan mengingat belum memadainya ketersediaan peralatan pendukung pelaksanaan persidangan elektronik.

Tantangan, kenyataan dan harapan

Terletak di Provinsi Pariwisata dan merupakan salah satu pengadilan barometer MA RI, PTUN Denpasar memikul tanggungjawab mengawal konstitusi dan peraturan perundang-undangan agar dijalankan secara baik dan benar oleh badan/pejabat tata usaha negara di Provinsi Bali dalam melakukan tindakan hukum. Wilayah pelayanan hukum PTUN Denpasar meliputi seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali.

Sebagai salah satu pengadilan barometer MA RI, PTUN Denpasar juga diperhadapkan dengan tantangan agar dapat melaksanakan sistem peradilan elektronik (e-litigasi) secara disiplin, tepat dan menyeleruh. Hal ini, menjadi tantangan bagi PTUN Denpasar karena wilayah Provinsi Bali adalah salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki ketersediaan sumber daya manusia maupun peralatan pendukung yang sangat memadai. Secara berjenjang dan kontinu pimpinan MA RI selalu melakukan pengawasan dan pembinaan kepada PTUN Denpasar demi telaksananya peradilan eletronik secara tepat dan benar.

Jawaban akan tantangan tersebut, PTUN Denpasar melalui sumber daya yang handal (walalupun dengan menggunakan pealatan seadanya), secara disiplin, tepat dan benar telah melakukan persidangan eletronik secara menyeluruh sejak tahun 2019 setelah diterbitkan SEMA Nomor 1 Tahun 2019. Hal ini dapat dibuktikan melalui Sistem Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Denpasar. Pelaksanaan persidangan elektronik di PTUN Denpasar didukung dengan sistem Pelayanan Terpadau Satu Pintu (PTSP) yang memudahkan pengguna layanan mudah dalam mengakses kebutuhan layanan mulai dari pendaftaran perkara sampai pengambilan putusan dan terdapat pula fasilitas pojok e-court sebagai tempat pelaksanaan pendaftaran perkara elektronik serta tempat bertukar informasi mengenai pelaksanaan persidangan elektronik. Petugas layanan di PTSP dan pojok e-court PTUN Denpasar akan memberikan pelayanan terbaik bagi para pengguna layanan.

Apresiasi atas kedisiplinan dan perjuangan PTUN Denpasar dalam memberikan pelayanan publik yang maksimal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, pada tahun 2021 PTUN Denpasar dianugrahi perdikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK) oleh Presiden RI melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi. Saat ini di tahun 2022 PTUN Denpasar terus berupaya meningkatkan pelayanan yang diberikan sesuai standar sebuah Lembaga berpredikat Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), agar para pengguna layanan lebih merasa nyaman, aman dan tenang dalam berproses di PTUN Denpasar.

Sebagai salah satu pengadilan berpredikan WBK PTUN Denpasar selalu memberikan edukasi kepada setiap pengguna layanan baik itu pencari keadilan maupun masyarakat atau pelajar-mahasiswa secara langsung ataupun melalui media public campaign di website PTUN Denpasar dan media sosial PTUN Denpasar.

Edukasi yang diberikan adalah infromasi mengenai keuntungan beracara secara elektronik dimasa pandemi yang masih menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Beracara secara elektronik lebih diuntungkan dari segi biaya, waktu, tenaga dan birokrasi yang sederhana tentunya. Dengan hanya dari rumah atau tempat kerja kita sudah dapat melakukan persidangan.

Kehadiran Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor: 58/KMA/SK/III/2019., tanggal 28 Maret 2019, tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) Dan Wilayah Bebas Dan Bersih Melayani (WBBM) Pada Mahkamah Agung Dan Badan Peradilan Dibawahnya, menjadi pemicu semangat PTUN Denpasar dalam meningkatkan inovasi dan kualitas pelayanan termasuk persidangan elektronik. Perbaikan sistem administrasi pelayanan dan teknis persidangan dilakukan dengan penuh dedikasi dan disiplin, dan selalu ditingkatkan melalui monitoring dan evaluasi serta tindak lanjut dari monitoring dan evaluasi.

Semangat pelayanan dalam mewujudkan visi dan misi Mahkamah Agung serta visi dan misi PTUN Denpasar selalu menjadi penyemangat bagi aparatur PTUN Denpasar dalam mewujudkan harapan bersama para pencari keadilan akan hadirnya sebuah sistem peradilan yang agung dan berwibawah di bumi para dewa tercinta.

Daftar Pustaka

  1. Buku dan Makalah

A. S. Pudjoharsoyo. “Arah Kebijakan Teknis Pemberlakuan Pengadilan Elektronik (Kebutuhan Sarana dan Prasarana Serta Sumber Daya Manusia).” Jakarta, 13 Agustus 2019.

Rio Satria, Makalah Persidangan Secara Elektronik (E-Litigasi) Di Pengadilan Agama.

Mahkamah Agung RI. Buku Panduan E-Court. Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2019.

Mahkamah Agung RI. Cetak Biru Pembariuan Peradilan 2010-2035. Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2010.

  1. Perturan Perundang-Undangan dan Keputusan

Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara Dan Persidangan Di Pengadilan Secara Elektronik.

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Perkara Di Pengadilan Tingkat Pertama Dan Tingkat Banding Pada 4 (Empat) Lingkungan Peradilan.

Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor: 58/KMA/SK/III/2019., tanggal 28 Maret 2019, tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) Dan Wilayah Bebas Dan Bersih Melayani (WBBM) Pada Mahkamah Agung Dan Badan Peradilan Dibawahnya.

 

[1] Mahkamah Agung RI, Cetak Biru Pembariuan Peradilan 2010-2035, hal 9, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2010.

[2] Ibid, hal 11.

[3] Rio Satria, Makalah Persidangan Secara Elektronik (E-Litigasi) Di Pengadilan Agama, hal 1.


  • 07 April 2022
  • Oleh: ptundenpasar
  • Dibaca: 3165 Pengunjung

Artikel Terkait Lainnya