KERJASAMA RI-AS DI BIDANG PERADILAN PERLU DITINGKATKAN
- Oleh: ptundps
- Dibaca: 657 Pengunjung
Hubungan Amerika Serikat dan Indonesia beberapa tahun belakangan ini berjalan semakin baik. Banyak hal dari Indonesia, seperti masalah penanganan HAM, pelaksanaan supremasi hukum, pemberantasan korupsi dan lain-lain, dinilai semakin menuju ke arah yang positif. Apalagi, dengan dipilihnya Presiden Obama yang secara pribadi mempunyai indikasi hubungan psikologis khusus dengan Indonesia, hubungan kedua negara semakin erat dan prosfektif.
Itulah resume yang bisa dicatat dari kata sambutan Duta Besar Republik Indonesia, Sudjadnan Parnohadiningrat, yang disampaikan pada acara makan malam, Senin minggu lalu, ketika menjamu peserta short course dari Mahkamah Agung RI, di kediaman Dubes di Washington DC Amerika Serikat.
“Beberapa dekade yang lalu, ada seorang anak seusia sekolah dasar belajar 4 tahun di SD Indonesia, lalu kembali ke negaranya, Amerika, kini ia menjadi Presiden”, canda Sudjadnan. “Oleh karena itu, hubungan kita sekarang sedang sangat baik, maka silahkan lakukanlah kerjasama dengan Amerika ini, termasuk kerjasama di bidang pengadilan”, tambahnya lagi. Dubes juga menjelaskan telah adanya pembicaraan dengan pihak Amerika tentang peningkatan kerjasama ini. Apa yang disampaikan oleh Dubes disambut baik oleh Hakim Senior Pengadilan Distrik Maryland, Peter J Messitte, yang hadir pada acara makan malam itu. “Saya sudah bicara dengan Pak Dubes, dan tugas saya dalam satu minggu ini adalah menyerahkan proposal kerja sama itu”, ungkapnya.
Hakim yang sangat berpengaruh di dunia peradilan Amerika, alumni the University of Chicago Law School ini, dalam menyambut rombongan Indonesia di kantornya, menyatakan bahwa sebaiknya dalam waktu dekat ini ada para hakim Indonesia yang belajar sambil bekerja di pengadilan Maryland ini (semacam magang, red). “Tidak hanya short course seperti ini”, tegasnya lagi.
Atja Sonjaja, SH, Ketua Muda Perdata Mahkamah Agung RI yang bertindak sebagai Pimpinan rombongan, menyambut baik tawaran Judge Messitte ini. “Sebaiknya, tawaran Hakim Messitte yang merupakan follow up dari apa yang disampaikan Dubes kita, diikuti oleh langkah nyata”, katanya kepada rombongan. “Kita kirim hakim-hakim kita, baik untuk belajar dalam menangani perkara pada umumnya, atau untuk studi banding tentang mediasi”, ujarnya lagi, sambil terus mengemukakan bahwa proses mediasi di Amerika ini dinilai baik dan berhasil.
Subagyo, Kepala Badan Urusan Administrasi MA-RI, sebagai koordinator pelaksanaan shortcourse ini, bertindak cepat dalam melakukan action plan dari peluang yang didukung oleh banyak pihak ini. Subagyo mengkordinasikannya dengan para staf yang menyertainya, yaitu Hariri, Kepala Biro Perencanaan, dan Dermawan, Kepala Biro Keuangan.
Dalam waktu dekat akan segera dikoordinasikan dengan Pusdiklat sebagai tindak lanjutnya, untuk mengirim sekitar 10 orang hakim dari ke empat lingkungan, ke pengadilan di Amerika ini untuk magang (belajar sambil bekerja, red) dalam waktu tertentu. “Sudah barang tentu hakim-hakim itu harus yang fasikh berbahasa Inggris melalui penyaringan lebih dulu”, kata Subagyo.
“Program magang ini kita rencanakan diawali dengan acara penandatanganan MOU antara pihak Mahlamah Agung RI dengan the Supreme Court Amerika”, kata Hariri. “Ini penting sebagai ‘payung’ kegiatan, sekaligus kerjasama secara resmi antara lembaga peradilan di kedua negara”, tambah Hariri.
Memang terlihat, walau shortcourse ini hanya 5 hari, namun jadwalnya padat dan sangat efektif, dari pagi sampai sore. Materi shortcourse yang juga diikuti oleh 3 dirjen dan pejabat lainnya ini, antara lain tentang Finance & Budget Matters, Mediation, Court Proccess, Court Security System dan Client Service.
Instansi yang terlibat, baik sebagai nara sumber maupun sebagai objek kunjungan, relatif banyak. Di antaranya Supreme Court, the Federal CourtWashington DC, District Court Maryland, Family Court pada Superior Court Washington DC, Budget Committee (Parlement), Administrtrative Office of the US Court, Federal Judicial Center dan Marshall Office Maryland Court.
Belajar dan kerjasama dengan pihak manapun adalah suatu hal yang positif. Apalagi di era globalisasi, hal itu bahkan merupakan suatu keniscayaan. Kita tidak boleh bekerja dan berjalan sendiri tanpa melihat keadaan dan perkembangan dunia. Kerjasama mutlak diperlukan. Selama memang kerjasama itu tanpa diembel-embeli syarat tertentu.
Dan itulah yang selama ini dilakukan oleh Mahkamah Agung. Perubahan adalah suatu keharusan. Kalau tidak, maka kita akan digilas oleh perubahan itu sendiri. (amr).
- 18 Desember 2010
- Oleh: ptundps
- Dibaca: 657 Pengunjung
Berita Terkait Lainnya>